***
Dewasa ini teknologi sudah berperan layaknya napas untuk keberlangsungan aktivitas di segala aspek kehidupan. Mulai dari pendidikan, kesehatan, ekonomi, keamanan, serta berbagai aspek kehidupan lain.
Tuntutan zaman tersebut tak pelak menuntut teknologi untuk
senantiasa meningkatkan keramahan bagi para penggunanya.
Namun, tahukah kalian? Di satu sisi keramahan teknologi
menawarkan banyak sekali kemudahan, namun di sisi lain juga berpeluang membuka
celah-celah kejahatan. Para pelaku kejahatan tersebut memanfaatkan teknologi untuk
membidik target dan melancarkan aksinya.
Tindak kejahatan yang dilakukan dengan memanfaatkan perkembangan
teknologi inilah yang biasanya dikenal dengan istilah kejahatan siber (cyber crime).
kejahatan siber bisa menyerang siapa saja dan di mana saja. Fakta
bahwa setiap 39 detik sekali ada orang
yang terkena hack sering saya
temukan di berbagai portal berita. Parahnya, sebagian besar dari mereka tidak
tahu kalau dirinya sedang terkena hack.
Seperti halnya yang dialami oleh salah seorang teman saya,
Ambarwati. Ibu muda ini baru saja mengalami peretasan pada akun Instagram
pribadi miliknya. Mendadak akun Instagram Ambar ter-logout dan tidak bisa login
kembali.
Sadar bahwa dirinya baru saja terkena hack, Ambar kemudian segera membuat akun baru dan memberi
pengumuman bahwa akun lamanya telah diretas oleh orang yang tidak bertanggung
jawab.
Ambar juga menyampaikan agar tidak mempercayai bentuk pesan
mencurigakan, seperti meminjam uang atau minta diisikan pulsa, karena bisa
dipastikan itu adalah bentuk penipuan yang mengatasnamakan dirinya.
Saya menduga mengapa Ambar dijadikan sasaran peretasan salah satunya karena Ibu muda ini dikenal dengan pribadi yang sangat positif, ditambah followers akun Instagram milik Ambar cukup banyak karena seringnya membagikan konten-konten edukatif.
Di bawah ini adalah akun Instagram milik Ambar yang terkena hack. Bisa kalian cek tampilannya masih utuh, tetapi Ambar tidak lagi memiliki akses untuk login ke akun tersebut.
Akun Instagram Ambarwati yang di-hack (sumber:tangkapan layar pribadi) |
Di tengah maraknya aksi kejahatan siber, ada beberapa
pertanyaan yang paling sering ditanyakan oleh banyak orang.
Bagaimana saya bisa mengetahui jika saya sedang dijadikan
target? Bagaimana cara mencegahnya? Bagaimana cara mengatasinya?
Untuk itu, di satu artikel kali ini saya akan mengupas
tuntas tentang bagaimana cara kita melindungi diri dari kejahatan siber,
khususnya yang merugikan secara materi atau finansial, karena satu hal inilah
yang paling meresahkan berbagai kalangan masyarakat.
Perkembangan Tren Kejahatan Siber dari Masa ke Masa
Perkembangan teknologi telah mengubah gaya hidup dari yang
awalnya serba konvensional menjadi modern.
Misalnya saja ketika berbelanja atau mencari suatu barang
kita tidak perlu datang ke toko secara langsung. Sebab, berkunjung dari satu ke
toko lain dan memilah-milah barang kini bisa kita lakukan secara virtual.
Namun, di samping dampak positif, perlu diketahui bahwa
perkembangan teknologi juga menimbulkan dampak negatif berupa tren kejahatan
baru. Di mana banyak sekali aksi-aksi kejahatan yang terjadi tanpa perlu melakukan kontak secara langsung.
Saya masih ingat sekali, 18 tahun lalu saat saya masih
berusia 8 tahun, kakak saya pernah terkena hipnotis. Kejadian ini berlangsung di
kapal ketika beliau berangkat dari rantauan hendak pulang ke kampung halaman.
Uang senilai Rp. 1.500.000 raib dibawa kabur oleh pelaku.
Ketika sadar pelaku tersebut sudah tidak ditemukan keberadaannya.
Dan kini aksi-aksi kejahatan semacam itu bisa dilakukan
tanpa harus menyentuh atau sekedar melakukan kontak mata. Para pelaku kejahatan
bisa memanipulasi psikologis targetnya dengan hanya melalui sambungan telepon maupun pesan singkat.
Modus kejahatan siber yang saya terima (sumber: kumpulan tangkapan layar pribadi) |
Mulanya saya tidak merasa takut dengan kejahatan siber. Pikir
saya, “ada sekitar 270 juta penduduk di
Indonesia, nggak mungkinlah kalau saya juga bakal dijadikan target.”
Namun, begitu mendapati orang-orang terdekat saya pernah
dijadikan sasaran kejahatan siber, seketika jantung ini tidak pernah lagi
merasa tenang. Selain Ambar, ada beberapa teman dan kerabat saya lagi yang
pernah menjadi korban.
Pertama,
keponakan dari tetangga saya, namanya Mas Andy. Uang sejumlah Rp. 7 juta raib
dari rekeningnya setelah Mas Andy mengisi data-data pribadi pada form penerima BSU.
Form ini Mas Andy
dapat dari pesan berantai yang dikirim oleh salah satu kontak WhatsApp-nya.
Padahal uang senilai Rp. 7 juta ini akan digunakan untuk membayar cicilan KPR
dan belanja kebutuhan sehari-hari.
Kedua, tetangga
saya di kampung, namanya Ibu Yati. Beliau tiba-tiba menerima telepon dari pihak
rumah sakit, mengabarkan bahwa anak laki-lakinya baru saja mengalami kecelakaan
dan membutuhkan sejumlah uang untuk biaya pengobatan.
Saat itu, anak Ibu Yati tidak bisa dihubungi karena sedang
dalam masa pendidikan abdi negara.
Karena di kampung halaman saya belum ada ATM, dan jarak
dengan Bank cukup jauh, ditambah Ibu Yati tidak paham penggunaan ponsel kecuali
untuk berbalas telepon dan pesan, sehingga dengan terburu-buru Ibu Yati
mendatangi AgenBRILink terdekat.
Untungnya, nasib baik masih berpihak pada Ibu Yati, berkat
pemilik AgenBRILink yang menyadari
bahwa Ibu Yati sedang ditipu. Jika saja tidak ada pemilik AgenBRILink yang bantu mengidentifikasi kejadian yang menimpa Ibu
Yati, bisa dipastikan Ibu Yati sudah kehilangan uang jutaan rupiah.
Ketiga, Dina.
Adik kos saya itu tiba-tiba mendapat telepon dari orang tidak dikenal, yang
menyampaikan bahwa sim card-nya
terpilih menerima hadiah sebesar Rp. 5 juta. Namun, untuk mengklaim hadiah ini, Dina diminta
untuk segera datang ke gerai ATM terdekat dan mengikuti instruksi dari si
penelepon.
Saat itu Dina berstatus sebagai mahasiswa rantau. Hal ini
dimanfaatkan oleh pelaku dengan mengiming-imingi Dina dengan hadiah uang tunai yang nantinya dapat digunakan untuk belanja berbagai kebutuhan. Pelaku pun berhasil meyakinkan Dina bahwa apa yang
disampaikan bukanlah penipuan.
Dengan ponsel yang masih tertempel di telinga, Dina mengetuk pintu kamar saya minta ditemani untuk pergi ke gerai ATM terdekat. Sontak saja saya sadar jika Dina sedang dalam pengaruh aksi penipuan.
Saya kemudian meminta Dina untuk mematikan sambungan telepon
dan segera memberi penjelasan terkait modus-modus penipuan virtual yang sering terjadi di masyarakat.
Hingga saat ini kejahatan siber masih menjadi bayang-bayang
mengerikan bagi penduduk di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri kasus kejahatan
siber jumlahnya terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu dengan kerugian
yang mencapai triliunan rupiah.
Pada tahun
2017 kerugian akibat kejahatan siber yang dilaporkan ke Crime Complaint Center (IC3) mencapai US$1,4 miliar dan terus meningkat hingga menyentuh angka US$6,9 miliar pada tahun 2021.
Jumlah yang
sangat fantastis sekali bukan?
Bisa dikatakan dulu saya tidak terlalu memikirkan hal
semacam ini, namun melihat bagaimana tindak kejahatan siber menyerang
orang-orang terdekat saya, akhirnya saya pun menyadari bahwa kejahatan ini bisa
menyerang siapa saja, kapan saja, dan di mana saja, tanpa terkecuali.
Untuk itu penting sekali bagi kita memiliki pengetahuan
berkaitan dengan kejahatan siber agar kita lebih mudah dalam mengenali segala
bentuk modus penipuannya.
Jenis-Jenis Kejahatan Siber yang Merebak di Masyarakat
Saat ini teknologi informasi dan
komunikasi sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan kita. Dapat
dikatakan kejahatan siber adalah
konsekuensi yang timbul dari perkembangan teknologi. Di mana segala bentuk
kejahatannya terjadi di dunia maya atau digital.
Saya yakin kalian semua pasti
memiliki ponsel pintar ataupun laptop. Perangkat inilah yang dijadikan alat
utama oleh pelaku kejahatan siber.
Di ponsel atau laptop kalian juga
pasti ada fitur camera, microphone, dan keyboard. Nah, utamanya pelaku kejahatan siber menargetkan
informasi pribadi atau data-data penting dengan cara mencuri ataupun
memanipulasi kita baik secara tidak sadar maupun dengan sukarela memberikan
informasi tersebut.
Nah, supaya kita terhindar dari berbagai serangan siber, maka terlebih dahulu kita perlu mengenali jenis-jenis kejahatan siber. Yuk disimak!
Jenis kejahatan siber (sumber: infografis pribadi) |
1. Social Engineering
Masih ingat dengan fitur
Challenge Add Yours dari Instagram yang sempat booming beberapa waktu lalu? Atau mungkin kalian juga salah satu
yang ikut menjajal fitur ini?
Di mana fitur ini memungkinkan
pengguna dapat menanggapi story
pengguna lain dengan story mereka
sendiri di Instagram. Sehingga respon dari pengguna lainnya dapat dikumpulkan
jadi satu dengan cara mengetuk fitur tersebut.
Misalnya seperti story Instagram yang dibagikan oleh
teman saya berikut ini.
Fitur challenge add yours dari Instagram (sumber: infografis pribadi) |
Topik yang dibagikan bisa sangat beragam, mulai dari pertanyaan yang paling umum hingga informasi sensitif seperti nama orang tua, nama panggilan, tanggal lahir dan sebagainya.
Nah, dari sekian banyaknya orang
yang mencoba tren ini, saya pernah
menemukan sebuah tweet yang sempat viral beberapa waktu lalu, tentang
seseorang yang ditipu untuk melakukan transfer sejumlah uang.
Yang membuat orang ini percaya adalah
si penelepon menggunakan nama panggilan kecilnya, yang notabenenya nama kecil
ini hanya diketahui oleh keluarga dan teman-teman dekatnya.
Sangat meresahkan sekali bukan? Inilah
tren kejahatan siber terbaru yang dinamakan Sosial Engineering atau
disingkat Soceng.
Social Engineering merupakan salah
satu bentuk kejahatan siber yang dilakukan dengan cara mengelabui atau
memanipulasi target hingga mau memberikan informasi pribadi atau mengikuti
instruksi dari si pelaku. Contohnya seperti yang dialami oleh Ibu Yati dan
Dina.
Yang perlu kalian tahu, modus
kejahatan Soceng ini terbagi menjadi beberapa jenis. Ada apa saja? Mari kita kenali.
- Phising
Phising dapat diartikan memancing.
Bentuk penipuannya bisa datang dalam bentuk pesan maupun email yang menciptakan
urgensi, ketakutan maupun keingintahuan agar kita terdorong untuk memberikan
data pribadi dan informasi sensitif lainnya melalui tautan atau link palsu dengan mengaku mereka dari pihak
berwenang.
- Spear Phising
Ini adalah versi kejahatan Phising
yang lebih terstruktur dan target sasaran yang lebih spesifik. Umumnya pelaku
telah memiliki target tertentu, sehingga pelaku pun telah mengantongi sejumlah
informasi dasar seperti nama, email, pekerjaan, jabatan di perusahaan dan lain
sebagainya.
- Baiting
Sesuai dengan namanya, modus
kejahatan Baiting menggunakan umpan
untuk memancing korbannya. Maksudnya bagaimana?
Jadi, pelaku akan memikat para
korbannya dengan motif-motif tertentu yang tidak mereka sadari. Misalnya saat
kita men-download file dari internet yang telah disisipi malware. Di mana nantinya pelaku bisa
mencuri informasi pribadi dari ponsel atau laptop milik kita.
- Scareware
Aksi kejahatan ini dilakukan oleh hacker dengan motif untuk menakut-nakuti
korbannya. Misalnya dengan menampilkan peringatan seolah perangkat kita terkena
serangan virus atau malware.
Jika kita termanipulasi lalu
mengklik dan mengikuti instruksi dari peringatan tersebut, maka serangan bisa
berlanjut hingga pelaku mendapatkan data-data dari perangkat yang kita miliki.
- Pretexting
Pretexting adalah teknik kejahatan
yang dilakukan pelaku untuk mendapatkan informasi yang diinginkan dengan cara
menciptakan skenario palsu.
Bagaimana caranya? Yaitu pelaku akan
menyamar menjadi pihak berwenang yang membutuhkan informasi pribadi kita.
Nah, itulah beberapa jenis Social Engineering yang sering memakan
korban. Intinya, social engineering
adalah sebuah serangan manipulatif yang dapat mengancam keamanan data-data pribadi
kita.
2. Carding
Apakah kalian memiliki kartu kredit? Jika ya, kalian harus
senantiasa waspada ya. Ini berhubungan dengan modus kejahatan baru bernama
Carding.
Carding adalah
aksi kejahatan yang dilakukan dengan cara mencuri data informasi kredit milik korban.
Nantinya data tersebut akan digunakan oleh pelaku untuk melakukan transaksi
ataupun mencairkan saldo limit ke rekening pelaku.
Hal ini bisa dilakukan dengan dua cara yaitu Card Present dan Card not Present. Card Present
dilakukan dengan menggunakan card skimmer
mesin EDC, sementara Card not Present
dilakukan melalui akses internet untuk mencuri data-data korbannya.
3. Skimming
Aksi kejahatan ini dilakukan pelaku dengan cara mencuri
informasi dari kartu debit maupun kartu kredit korbannya menggunakan alat
khusus bernama skimmer. Yaitu alat yang menyerupai bentuk mulut slot kartu ATM sehingga sulit
terindentifikasi.
Misalnya, saat kita memasukkan kartu ke mesin EDC yang telah
dipasang skimmer maka secara otomatis skimmer akan merekam informasi dari kartu
tersebut. Dan tidak hanya skimmer,
pelaku juga menggunakan kamera yang biasanya diletakkan secara tersembunyi
untuk merekam PIN di keyboard mesin EDC.
Berikutnya pelaku akan menduplikat kartu tersebut
berdasarkan data yang telah diperoleh dari alat skimmer tadi.
4. Penipuan OTP
OTP (One
Time-Password) juga menjadi salah satu jenis kejahatan siber yang marak
dilakukan. Karena kode ini bersifat sementara atau sekali pakai, pelaku
biasanya akan memanfaatkan kode OTP ini untuk berbagai tindak kejahatan seperti
melakukan transaksi keuangan yang tidak sah.
Maka dari itu, jangan sekali-kali kita membagikan kode gOTP
kepada siapapun, sekalipun itu orang terdekat.
5. Data Forgery
Data Forgery atau Pemalsuan Data dilakukan dengan cara
memalsukan data penting yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet. Biasanya ditujukan pada data-data ecommerce dengan cara membuat
seolah-olah korban melakukan salah ketik. Data ini tentu sangat menguntungkan
pelaku karena korban memasukkan data-data pribadinya.
Nah, setelah memahami bentuk-bentuk kejahatan siber yang
kerap terjadi masyarakat, berikutnya wajib bagi kita mengetahui langkah apa
saja yang bisa kita lakukan untuk mencegahnya.
Serangkaian Upaya Preventif untuk Cegah Kejahatan Siber
Sebagian besar dari kita mungkin saat ini sedang merasa
aman-aman saja dari kejahatan siber. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa pelaku
kejahatan siber selalu mencari target untuk dijadikan korbannya. Ibarat kita
memiliki sebuah rumah, walaupun sudah dikunci masih ada kemungkinan pencuri
menemukan celah untuk bisa menyusup ke rumah kita.
Untuk mencegah hal itu terjadi, penting bagi kita melakukan serangkaian upaya preventif berikut ini.
Upaya mencegah kejahatan siber (sumber:infografis pribadi) |
1. Jangan gampang tergoda dengan iklan yang muncul
Ketika sedang asyik berselancar di internet, seringkali
muncul iklan-iklan yang tidak kita kehendaki. Mulai dari judi online, pinjaman
ilegal, pornografi, hingga iklan-iklan yang terkesan menggiurkan seperti cara
mendapatkan ponsel canggih hanya dengan mengisi survei.
Kita harus selektif dalam mengklik iklan yang muncul di
layar ponsel maupun laptop. Jangan mudah tergoda dengan iklan-iklan menggiurkan
yang terkesan tidak masuk akal. Karena jika ternyata iklan tersebut telah
disisipi malware, maka data-data pribadi yang tersimpan pada perangkat kita bisa
dicuri
2. Gunakan password
berbeda dan atur sesulit mungkin
Sebagian dari kita pasti memiliki akun sosial media ataupun
rekening bank lebih dari satu. Untuk itu hindari menggunakan password yang sama antar setiap akun, karena penggunaan password yang sama memiliki potensi untuk lebih mudah dibobol oleh pelaku kejahatan.
Password
yang aman haruslah terdiri dari kombinasi angka, huruf kapital dan huruf kecil.
Hindari menggunakan password seperti tanggal lahir, tanggal pernikahan, nama
kecil dan hal-hal sensitif lain berkaitan dengan diri kita yang mudah ditebak.
3. Hindari gunakan Wifi gratis di tempat umum
Ada bahaya yang mengintai dari menggunakan wifi gratis di
tempat umum, salah satunya bisa memicu terjadinya pembajakan oleh pelaku kejahatan. Jangan
sampai akun sosial media yang kalian miliki diretas seperti halnya yang dialami
oleh Ambar.
Selain rentan data pribadi dicuri, bahaya lain yang
mengintai adalah malware. Hal ini karena ada celah keamanan yang ditemukan
dalam sistem operasinya. Sehingga besar kemungkinan malware bisa menyusup ke
perangkat yang kita gunakan tanpa kita sadari.
4. Jaga kerahasiaan data pribadi
BRI selalu menghimbau kepada nasabahnya untuk selalu waspada
terhadap berbagai modus penipuan dengan tidak memberikan data pribadi baik
secara lisan maupun tertulis kepada siapapun.
Hindari mengklik link
secara asal yang dikirimkan dalam pesan penipuan, apalagi jika diminta
mengisikan data pribadi kita.
5. Hindari memposting data pribadi di media sosial
Walaupun media sosial seperti Instagram, Facebbok, Twitter
dan sebagainya tidak memberikan larangan untuk memposting banyak hal, namun sebagai
pengguna media sosial kita perlu memahami kebijakan batasan privasi terkait
hal-hal yang boleh kita unggah dan yang harus kita jaga kerahasiaannya.
Hindari memposting informasi sensitif seperti kartu identitas,
kartu ATM, nama ibu kandung dan lain sebagainya.
6. Aktifkan Two Factor Authentication
2 Factor Authentication (2FA) adalah fitur yang memungkinkan
kita dapat melakukan verifikasi identitas sebanyak 2 kali sebelum menjalankan
sebuah aplikasi ataupun melakukan aktivitas lain menggunakan perangkat
teknologi. Hal ini dilakukan demi menjaga data-data pribadi kita agar tidak
mudah dibobol oleh pelaku kejahatan
7. Cek nomor telepon yang tidak dikenal
Untuk menghindari kejahatan siber yang sering menelepon dan
mengaku-ngaku dari pihak berwenang, kita bisa mengecek apakah nomor telepon
tersebut terpercaya atau tidak menggunakan aplikasi Get Contact. Aplikasi ini
mampu mengidentifikasi sekaligus memblokir panggilan spam.
8. Pilih tempat yang aman untuk menyimpan uang
10 tahun lalu, sebagian besar orang-orang di kampung halaman
saya, termasuk juga Ibu saya, masih menyimpan uang dengan cara-cara tradisonal
seperti menyimpan di lemari, di bawah kasur, di celengan, dan tempat lainnya.
Konsekuensinya adalah uang dimakan rayap, diambil pencuri, dan yang terparah adalah kehilangan uang secara tak kasat mata.
Konsekuensi terakhir itu mungkin sulit dipercaya oleh
sebagian orang, namun itulah adanya. Sebab, kejadian ini kerap dialami oleh Ibu
saya sendiri. Saking kerapnya kejadian ini, akhirnya Ibu saya memutuskan untuk
membuka rekening di Bank BRI.
Selain alasan keamanan, keputusan Ibu saya membuka rekening Bank BRI karena ada salah seorang di desa saya yang membuka AgenBRILink.
Ibu
saya sangat awam soal melakukan tarik tunai, menabung, apalagi transfer. AgenBRILink
ini memudahkan Ibu saya di berbagai urusan. Salah satunya adalah mentransfer
sejumlah uang ketika saya masih kuliah di kota. Hehe…
Dan termasuk juga menyelamatkan Ibu Yati dari perangkap kejahatan siber
AgenBRILink di Desa Tambong (sumber: dokumentasi pribadi) |
Upaya BRI Lindungi Keamanan Nasabah, Ajak Nasabah Melek Digital
Beberapa waktu lalu saya juga menemani keponakan saya
membuka rekening di Bank BRI sebelum berangkat ke kota untuk melanjutkan
pendidikan kuliah. Pada proses itu Customer
Service yang bertugas menjelaskan terkait beberapa hal. Salah satunya soal
bentuk-bentuk penipuan yang mengatasnamakan BRI.
Salah satu bentuk penipuan yang mengatasnamakan BRI (sumber: tangkapan layar) |
Petugas CS juga mengingatkan agar keponakan saya selalu waspada dan berhati-hati atas segala hal mencurigakan serta tidak menginformasikan data-data pribadi kepada pihak yang mengatasnamakan BRI. Informasi apapun terkait urusan perbankan hanya akan disampaikan melalui saluran dan tautan resmi yang bersumber dari Bank BRI yaitu www.bri.co.id
Kontak resmi BRI (sumber: bri.co.id) |
Terkait keamanan data nasabah, BRI telah melakukan berbagai
upaya baik dari segi people, process, maupun technology.
Untuk menghadapi risiko kejahatan siber seperti upaya
pencurian data pribadi, BRI telah menggunakan teknologi terkini berstandar
internasional melalui pemanfaatan Artificial
intelligence (AI) atau kecerdasan buatan guna memahami pola-pola fraud & threat yang terjadi.
Tak hanya itu, BRI juga berupaya mengoptimalkan peran Penyuluh Digital agar nasabah
bisa mendapatkan pendampingan saat mengakses layanan digital. Sebab,
kelengkapan digital yang dimiliki BRI perlu diimbangi dengan kesiapan
masyarakat yang lebih melek digital.
Terdapat 3 tugas Penyuluh Digital, di antaranya:
- Mengajak atau mengajari masyarakat yang belum melek layanan perbankan digital sehingga lebih digital savvy, seperti bisa membuka rekening secara digital.
- Mengajari masyarakat untuk melakukan transaksi secara digital.
- Mensosialisasikan dan mengajari masyarakat untuk mengamankan rekeningnya dari kejahatan-kejahatan digital.
Edukasi ini sangat penting sekali menurut saya. Terlebih
untuk masyarakat yang tinggal di desa seperti orang tua saya. Saya jelas
khawatir jika modus penipuan yang pernah menimpa orang-orang terdekat saya
terulang kembali.
Mari Menjadi Nasabah Bijak Untuk Lindungi Diri Dari Kejahatan Siber
Kenapa harus menjadi nasabah bijak? Karena pintar saja tidak cukup, tetapi juga harus bijak. Bijak
mengandung makna selalu menggunakan akal budinya. Artinya orang bijak tidak
hanya memiliki pemahaman tentang suatu hal tetapi juga tahu apa yang harus dia
lakukan.
Berkaitan dengan hal ini, gerakan #NasabahBijak bekerja sama
dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) mengajak para blogger di Indonesia untuk
turut menjadi Penyuluh Digital, memberikan edukasi kepada masyarakat agar lebih melek digital.
Dan melalui artikel ini saya senang sekali bisa berbagi pengalaman
sekaligus memberikan edukasi mengenai cara yang bisa kita lakukan untuk melindungi diri
agar terhindar dari kejahatan siber, mulai dari mengenali segala jenis bentuk
kejahatan siber, ciri-cirinya, hingga cara mengatasinya.
Kuncinya adalah jangan berhenti mengedukasi diri dan harus selalu waspada terhadap segala bentuk kejahatan siber yang terus berkembang.
Semoga kita semua senantiasa terlindungi dari kejahatan siber!
Referensi:
- Pengalaman pribadi
- Website resmi BRI (https://bri.co.id)
- Kata Data. Kerugian akibat kejahatan siber. (https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/05/09/kerugian-akibat-kejahatan-siber-capai-us69-miliar-pada-2021#:~:text=Kerugian%20Akibat%20Kejahatan%20Siber%20Capai%20US%246%2C9%20Miliar%20pada%202021)
- Dewa Web. Jenis-jenis kejahatan siber. (https://www.dewaweb.com/blog/pengertian-dan-jenis-cyber-crime/)
- Glints. Jenis social engineering (https://glints.com/id/lowongan/social-engineering/)