Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting untuk
kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Menuntut ilmu bersifat wajib dan
merupakan bagian dari ibadah. Tujuannya untuk mencerdaskan manusia agar
terhindar dari kebodohan. Salah satu dalil yang menyebutkan tentang keutamaan
menuntut ilmu terdapat dalam QS Al-Mujaadalah ayat 11 yang berbunyi, “Allah
akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
Ilmu pengetahuan dapat diperoleh salah satunya
melalui pendidikan. Karenanya banyak orang berpikir bahwa pendidikan itu penting.
Namun, ada pula yang berpikir bahwa pendidikan tidak begitu penting, terlebih pendidikan
untuk kaum perempuan. Bahkan pada masa itu, dalam budaya Jawa perempuan yang
telah masuk tahap remaja putri harus bersedia dipingit sampai dilamar dan
dinikahi oleh laki-laki.
Pemikiran akan pentingnya pendidikan untuk perempuan
kemudian dilayangkan oleh R.A. Kartini. R.A. Kartini merupakan tokoh pegiat
lokal yang gigih memperjuangkan hak-hak perempuan agar bisa memperoleh
pendidikan yang layak. Kartini dikenal sebagai sosok emansipasi yang mewujudkan
kesetaraan gender terutama dalam memperoleh pendidikan.
Namun, hingga kini kesadaran akan pentingnya
pendidikan bagi perempuan masih tergolong rendah. Terlebih bagi masyarakat yang
tinggal di pedesaan atau daerah terpencil lainnya. Hal itu dipengaruhi oleh
nilai-nilai budaya yang dianut di wilayah tersebut. Perempuan dianggap cukup
selama bisa menulis, membaca dan berhitung. Sebaliknya, memiliki keterampilan
memasak dianggap lebih penting karena anggapan bahwa pada akhirnya perempuan
hanya akan beraktivitas di dapur untuk melayani suami dan mengurus
anak-anaknya. Sebagaimana stereotip yang identik dengan perempuan yaitu, dapur,
sumur, dan kasur.
Di berbagai lini kehidupan, budaya patriarki yang
masih mengakar turut menjadi belenggu bagi perempuan dalam mengenyam pendidikan
yang lebih tinggi. Dalam kehidupan bermasyarakat, laki-laki umumnya memegang
peran sebagai superordinat sementara perempuan diletakkan pada subordinat di
berbagai aspek baik ekonomi, sosial, politik maupun aspek-aspek lainnya.
Seolah belum cukup, perempuan juga harus terjerat
oleh stigma perawan tua. Stigma ini ditujukan bagi perempuan yang sudah cukup
usia namun belum menikah. Adanya stigma perawan tua tentu sangat memojokkan perempuan
secara sosial, seolah perempuan memiliki masa kadaluwarsa dan tidak berfungsi
secara maksimal jika belum menikah dan melahirkan seorang anak. Padahal
pendidikan sangat penting untuk perempuan sebab faktor genetik yang diwariskan
oleh seorang ibu sangat berperan dalam kecerdasan anak.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh University of Washington kecerdasan
seseorang terletak pada kromosom X. Perempuan memiliki dua kromosom X sementara
laki-laki memiliki satu kromosom X. Maka dari itu, dominasi kecerdasan seorang
anak diwarisi oleh ibunya. Selain faktor genetik alasan paling logis karena ibu
biasanya adalah sosok yang paling berperan utama dalam membentuk tumbuh kembang
anak. Sosok ibu jugalah yang membangun kecerdasan anak baik kecerdasan
kognitif, afektif, maupun psikomotorik hingga menjadi seseorang yang unggul
dalam ilmu dan iman.
Kesetaraan gender sangat diperlukan bagi perempuan,
karena perempuanlah yang melahirkan generasi-generasi emas Indonesia. Jika
kesetaraan tersebut tidak diterima oleh perempuan, maka akan berpengaruh pada
terbentuknya generasi emas. Generasi emas ini diharapkan memiliki kualitas yang
mampu bersaing dengan dunia luar dan membawa Indonesia menuju arah pembangunan
yang lebih maju.
Pada tahun 2045 Indonesia akan mendapatkan bonus
demografi. Bonus demografi terjadi ketika proporsi penduduk usia produktif
berada lebih dari dua pertiga jumlah penduduk keseluruhan. Jika bonus demografi
ini dimanfaatkan dengan baik akan membawa dampak positif bagi kemajuan bangsa. Bibit-bibit
unggul inilah nantinya yang akan memimpin masa depan Indonesia di tahun 2045. Maka
jelas sekali bahwa kualitas generasi emas tersebut ditentukan oleh kualitas ibu
sebagai pendidiknya saat ini.
Untuk memaksimalkan terbentuknya generasi-generasi berkualitas
diperlukan pendidikan karakter. Menurut saya pendidikan karakter tidak hanya
diperlukan di sekolah, tetapi juga di rumah. Oleh karena itu, perempuan atau
ibu perlu memahami akan pentingnya pendidikan karakter bagi anak. Hal ini dilakukan
sebagai upaya untuk membekali anak guna menghadapi dinamika di masa yang akan
datang sekaligus mempersiapkan diri sebagai generasi emas Indonesia Tahun 2045.
Pendidikan karakter adalah suatu proses pembentukan
watak atau kepribadian individu ke arah yang positif guna menjadi pribadi yang
bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Pendidikan karakter menjadi
satu elemen penting yang harus diterapkan sejak dini, terlebih pada usia
perkembangan anak 0-6 tahun. Keberadaan karakter menjadi sebuah fondasi yang
akan mendukung keberhasilan anak di masa depan.
Pembangunan karakter termasuk ke dalam salah satu
program Nawa Cita Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Nawa Cita merupakan program prioritas
yang berisi 9 agenda pokok untuk melanjutkan semangat perjuangan dan cita-cita
Presiden Soekarno. Wadah hukum tentang pendidikan karakter ini diatur dalam
Perpres Nomor 87 Tahun 2017 Tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).
Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK) adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab
satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi
olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama
antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan
Nasional Revolusi Mental (GNRM). Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)
dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila yang merupakan perwujudan
dari 5 nilai utama yaitu religiusitas, nasionalisme, kemandirian, gotong
royong, dan integritas yang terintegrasi dalam kurikulum.
Tahun 2045 tepat 100 tahun Indonesia merdeka
merupakan target hadirnya generasi-generasi emas Indonesia. Perempuan atau para
ibu di masa ini, sedang memegang peran penting dalam upaya mempersiapkan generasi
emas guna meraih kesuksesan di tahun 2045, yaitu salah satunya melalui
pendidikan karakter. Sebagaimana harapan Presiden Suekarno, “Beri aku sepuluh
pemuda, maka akan kuguncangkan dunia.”